BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Wilayah
pantai dan pesisir mempunyai sifat atau ciri yang unik, merupakan wilayah
peralihan antara ekosistem darat dan laut, dan mengandung kekayaan sumberdaya
alam yang beranekaragam seperti ekosistem hutan mangrove. Ekowisata merupakan
salah satu usaha yang memprioritaskan berbagai produk-produk pariwisata
berdasarkan sumberdaya alam, pengelolaan ekowisata untuk meminimalkan dampak
terhadap lingkungan hidup, pendidikan yang berasaskan lingkungan hidup,
sumbangan kepada upaya konservasi dan meningkatkan kesejahteraan untuk
masyarakat lokal (World Tourism Organization, 2002). Wisata ekologis merupakan
suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa alam untuk
kepuasan manusia (Yulianda, 2007). Ekowisata pesisir dan laut tidak hanya
menjual tujuan atau objek, tetapi juga menjual filosofi dan rasa sehingga tidak
akan mengenal kejenuhan pasar pariwisata (Tuwo, 2011). Pembangunan ekowisata
berkelanjutan bertujuan untuk menyediakan kualitas pengalaman wisatawan dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal (Fennell, 2008).
Pantai
Minanga yang berada di Provinsi Gorontalo tepatnya di Kabupaten Gorontalo Utara Kecamatan
Atinggola Desa Kotajin merupakan salah satu potensi pariwisata pesisir dan laut
yang sangat menarik karena pada zaman dahulu disini merupakan tempat “Mandi
Syafar” bagi umat muslim khususnya daerah Gorontalo dalam rangka memperingati
maulid nabi, yang sampai sekarang masih menjadi prioritas utama pantai ini.
Pantai minanga ini sekarang menjadi tempat wisata yang bertujuan untuk pengaembangan kegiatan
ekonomi dan social masyarakat pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai
nelayan.
Disekitar
pantai minanga ini telah banyak dilaukukan pembangunan infrastruktur untuk
menarik minat para pengunjung. Berhubungan dengan lokasi pantai ini yang jauh
dari permukiman warga maka didirikan Homestay (cottage), MCK, dll. Pembangunan
ekowisata pastinya mempunyai pengaruh ekonomi, social, dan budaya masyarakat
disekitar pantai tersebut.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1
Pengertian AMDAL
AMDAL
merupakan singkatan dari "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan”. Amdal itu
sendiri adalah sebuah proses studi yang digunakan untuk memperkirakan dampak
yang akan terjadi ketika dilakukan pembangunan suatu proyek atau usaha. Oleh
karena itu, dibutuhkan analisis pada tahap awal atau pada saat perencanaan
pembangunan yang bertujuan agar tidak terjadi masalah pada proses pembangunan
maupun setelah pembangunan.
2.2 Pengertian Ekowisata
Ekowisata merupakan suatu konsep yang mengkombinasikan kepentingan
industri kepariwisataan dengan para pencinta lingkungan. Para pencinta
lingkungan menyatakan bahwa perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup hanya
dapat tercapai dengan melibatkan orang-orang yang tinggal dan mengantungkan
hidupnya pada daerah yang akan dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata dan
menjadikan mereka partner dalam upaya pengembangan wisata tersebut.
Metode ini diperkenalkan oleh Presiden World Wild Fund (WWF) pada
konfrensi tahunan ke-40 Asosiasi Perjalanan Asia Pasifik (PATA). Ekowisata pada
saat sekarang ini menjadi aktivitas ekonomi yang penting yang memberikan
kesempatan kepada wisatawan untuk mendapatkan pengalaman mengenai alam dan
budaya untuk dipelajari dan memahami betapa pentingnya konservasi
keanekaragaman hayati dan budaya lokal. Pada saat yang sama ekowisata dapat
memberikan generating income untuk kegiatan konservasi dan keuntungan
ekonomi pada masyarakat yang tingal di sekitar lokasi ekowisata (Armos N.H,
2013.
2.3 Ekowisata Berbasis
Masyarakat
Pola ekowisata berbasis masyarakat adalah pola pengembangan
ekowisata yang mendukung dan memungkinkan keterlibatan penuh oleh masyarakat
setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha ekowisata dan
segala keuntungan yang diperoleh. Ekowisata berbasis masyarakat merupakan usaha
ekowisata yang menitikberatkan peran aktif komunitas. Hal tersebut didasarkan
kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta
budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga
pelibatan masyarakat menjadi mutlak. Pola ekowisata berbasis masyarakat
mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang
mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola (Tarmid M, 2011)
Menurut Tarmid, 2011 Ekowisata berbasis masyarakat dapat
menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi
kemiskinan, di mana penghasilan ekowisata adalah dari jasa-jasa wisata untuk
turis: fee pemandu; ongkos transportasi; homestay; menjual kerajinan,
dll. Ekowisata membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya
asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkan jati diri
dan rasa bangga antar penduduk setempat yang tumbuh akibat peningkatan kegiatan
ekowisata. Dengan adanya pola
ekowisata berbasis masyarakat bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan
usaha ekowisata sendiri. Tataran implementasi ekowisata perlu dipandang sebagai
bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah.
Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat,
pemerintah, dunia usaha dan organisasi non pemerintah diharapkan membangun
suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan
keahlian masing-masing.
2.4 Dampak Pembangunan Wisata
Terhadap Lingkungan Hidup
Industri pariwisata memiliki hubungan erat dan
kuat dengan lingkungan fisik. Lingkungan alam merupakan aset pariwisata dan
mendapatkan dampak karena sifat lingkungan fisik tersebut yang rapuh (fragile),
dan tak terpisahkan (Inseparability). Bersifat rapuh karena lingkungan alam
merupakan ciptaan Tuhan yang jika dirusak belum tentu akan tumbuh atau kembali
seperti sediakala. Bersifat tidak terpisahkan karena manusia harus mendatangi
lingkungan alam untuk dapat menikmatinya.
Lingkungan fisik adalah daya tarik utama
kegiatan wisata. Lingkungan fisik meliputi lingkungan alam (flora dan fauna,
bentangan alam, dan gejala alam) dan lingkungan buatan (situs kebudayaan,
wilayah perkotaan, wilayah pedesaan, dan peninggalan sejarah).
Secara teori, hubungan lingkungan alam dengan
pariwisata harus mutual dan bermanfaat. Wisatawan menikmati keindahan alam dan
pendapatan yang dibayarkan wisatawan digunakan untuk melindungi dan memelihara
alam guna keberlangsungan pariwisata. Hubungan lingkungan dan pariwisata tidak
selamanya simbiosa yang mendukung dan menguntungkan sehingga upaya konservasi,
apresiasi, dan pendidikan dilakukan agar hubungan keduanya berkelanjutan,
tetapi kenyataan yang ada hubungan keduanya justru memunculkan konflik.
Pariwisata lebih sering mengeksploitasi lingkungan alam.
Dampak pariwisata terhadap lingkungan fisik
merupakan dampak yang mudah diidentifikasi karena nyata. Pariwisata memberikan
keuntungan dan kerugian, sebagai berikut (Sudiarta, 2011) :
1.
Air
Air mendapatkan polusi dari pembuangan limbah
cair (detergen pencucian linen hotel) dan limbah padat(sisa makanan tamu).
Limbah-limbah itu mencemari laut, danau dan sungai. Air juga mendapatkan
polusidari buangan bahan bakar minyak alat transportasi air seperti dari kapal
pesiar.Akibat dari pembuangan limbah, maka lingkungan terkontaminasi, kesehatan
masyarakat terganggu, perubahan dan kerusakan vegetasi air, nilai estetika
perairan berkurang (seperti warna laut berubah dari warnabiru menjadi warna
hitam) dan badan air beracun sehingga makanan laut (seafood) menjadi
berbahaya.Wisatawan menjadi tidak dapat mandi dan berenang karena air di laut,
danau dan sungai tercemar.Masyarakat dan wisatawan saling menjaga kebersihan
perairan.Guna mengurangi polusi air, alat transportasi air yang digunakan,
yakni angkutan yang ramah lingkungan, seperti : perahu dayung, kayak, dan kano.
2. Atmosfir
Perjalanan menggunakan alat transportasi udadra
sangat nyaman dan cepat. Namun, angkutan udara berpotensi merusak atmosfir
bumi. Hasil buangan emisinya dilepas di udara yang menyebabkan atmosfir
tercemar dan gemuruh mesin pesawat menyebabkan polusi suara. Selain itu, udara
tercemar kibat emisi kendaraan darat (mobil, bus) dan bunyi deru mesin
kendaraan menyebabkan kebisingan. Akibat polusi udara dan polisi suara, maka
nilai wisata berkurang, pengalaman menjadi tidak menyenangkan dan
memberikandampak negatif bagi vegetasi dan hewan.Inovasi kendaraan ramah
lingkungan dan angkutan udara berpenumpang massal (seperti pesawat Airbus380 dengan
kapasitas 500 penumpang) dilakukan guna menekan polusi udara dan suara. Anjuran
untukmengurangi kendaraan bermotor juga dilakukan dan kampanye berwisata sepeda
ditingkatkan.
3. Pantai dan pulau
Pantai dan pulau menjadi pilihan destinasi
wisata bagi wisatawan. Namun, pantai dan pulau sering menjaditempat yang
mendapatkan dampak negatif dari pariwisata. Pembangunan fasilitas wisata di
pantai dan pulau, pendirian prasarana (jalan, listrik, air), pembangunan
infrastruktur (bandara, pelabuhan) mempengaruhi kapasitas pantai dan
pulau.Lingkungan tepian pantai rusak (contoh pembabatan hutan bakau untuk
pendirian akomodasi tepi pantai),kerusakan karang laut, hilangnya peruntukan
lahan pantai tradisional dan erosi pantai menjadi beberapaakibat pembangunan
pariwisata.Preservasi dan konservasi pantai dan laut menjadi pilihan untuk
memperpanjang usia pantai dan laut. Pencanangan taman laut dan kawasan
konservasi menjadi pilihan. Wisatawan juga ditawarkan kegiatan ekowisata yang
bersifat ramah lingkungan. Beberapa pengelola pulau (contoh pengelola Taman
NasionalKepulauan Seribu) menawarkan paket perjalanan yang ramah lingkungan
yang menawarkan aktivitas menanam lamun dan menanam bakau di laut.
4. Pegunungan dan area liar
Wisatawan asal daerah bermusim panas memilih berwisata
ke pegunungan untuk berganti suasana. Aktivitas di pegunungan berpotensi
merusak gunung dan area liarnya. Pembukaan jalur pendakian, pendirian hotel di
kaki bukit, pembangunan gondola (cable car), dan pembangunan fasilitas lainnya
merupakanbeberapa contoh pembangunan yang berpotensi merusak gunung dan area
liar. Akibatnya terjadi tanahlongsor, erosi tanah, menipisnya vegetasi
pegunungan (yang bisa menjadi paru-paru masyarakat) ,potensi polusi visual dan
banjir yang berlebihan karena gunung tidak mampu menyerap air hujan. Reboisasi
(penanaman kembali pepohonan di pegunungan) dan peremajaan pegunungan dilakukan
sebagai upaya pencegahan kerusakan pegunungan dan area liar.
5. Vegetasi
Pembalakan liar, pembabatan pepohonan, bahaya
kebakaran hutan (akibat api unggun di perkemahan),koleksi bunga, tumbuhan dan
jamur untuk kebutuhan wisatawan merupakan beberapa kegiatan yang merusak
vegetasi. Akibatnya, terjadi degradasi hutan (berpotensi erosi lahan),
perubahan struktur tanaman(misalnya pohon yang seharusnya berbuah setiap tiga
bulan berubah menjadi setiap enam bulan, bahkanmenjadi tidak berbuah),
hilangnya spesies tanaman langka dan kerusakan habitat tumbuhan.
Ekosistemvegetasi menjadi terganggu dan tidak seimbang.
6. Kehidupan satwa liar
Kehidupan satwa liar menjadi daya tarik wisata
yang luar biasa. Wisatawan terpesona dengan pola hiduphewan. namun, kegiatan
wisata mengganggu kehidupan satwa-satwa tersebut. Komposisi fauna
berubahakibat:pemburuan hewan sebagai cinderamata, pelecehan satwa liar untuk
fotografi, eksploitasi hewan untuk pertunjukan, gangguan reproduksi hewan
(berkembang biak), perubahan insting hewan (contohhewan komodo yang dahulunya
hewan ganas menjadi hewan jinak yang dilindungi), migrasi hewan (ketempat yang
lebih baik). Jumlah hewan liar berkurang, akibatnya ketika wisatawan
mengunjungi daerah wisata, ia tidak lagi mudah menemukan satwa-satwa tersebut
7. Situs sejarah, budaya, dan keagamaan
Penggunaan yang berlebihan untuk kunjungan
wisata menyebabkan situs sejarah, budaya dan keagamaanmudah rusak. Kepadatan di
daerah wisata, alterasi fungsi awal situs, komersialisasi daerah wisasta
menjadi beberapa contoh dampak negatif kegiatan wisata terhadap lingkungan
fisik. Situs keagamaan didatangi oleh banyak wisatawan sehingga mengganggu
fungsi utama sebagai tempat ibadah yang suci. Situs budaya digunakan secara
komersial sehingga dieksploitasi secara berlebihan (contoh Candi menampung
jumlah wisatawan yang melebihi kapasitas). Kapasitas daya tampung situs
sejarah, budaya dan keagamaan dpat diperkirakan dan dikendalikan melalui
manajemen pengunjung sebagai upaya mengurangi kerusakan pada situs sejarah,
budaya dan keagamaan. Upaya konservasi dan preservasi serta renovasi dapat
dilakukan untuk memperpanjang usia situs-situs tersebut.
8. Wilayah perkotaan dan pedesaan
Pendirian hotel, restoran, fasilitas wisata,
toko cinderamata dan bangunan lain dibutuhkan di daerah tujuanwisata. Seiring
dengan pembangunan itu, jumlah kunjungan wisatawan, jumlah kendaraan dan
kepadatan lalu lintas jadi meningkat. Hal ini bukan hanya menyebabkan tekanan
terhadap lahan, melainkan juga perubahan fungsi lahan tempat tinggal menjadi
lahan komersil, kemacetan lalu lintas, polusi udara dan polusi estetika
(terutama ketika bangunan didirikan tanpa aturan penataan yang benar). Dampak
buruk itu dapatdiatasi dengan melakukan manajemen pengunjung dan penataan
wilayah kota atau desa serta membedayakan masyarakat untuk mengambil andil yang
besar dalam pembangunan.
2.5 Definisi Wilayah Pesisir
Wilayah
pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem daratan dan
lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan
(ekologis) yang unik (Dahuri et al., 1996; Brown, 1996). Definisi wilayah pesisir
yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri
et al., 2001).
lautan, yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kondisi lingkungan
(ekologis) yang unik (Dahuri et al., 1996; Brown, 1996). Definisi wilayah pesisir
yang digunakan di Indonesia adalah daerah pertemuan antara daratan dan laut; ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam
air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut, dan
perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia
di daratan seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri
et al., 2001).
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil dan Pembahasan
4.1.1
Dampak Fisik
Dampak
fisik yaitu meliputi segala pengaruh yang dapat merubah lingkungan pembangunan ekowisata Di pantai Minanga dan
perubahan itu sangat Nampak atau dapat dilihat dengan kasat mata. Diataranya
yaitu pembangunan Homestay, panggung, warung/kantin, MCK dll (sumber ; Data primer).
Tabel 2. Parameter Fisika
No
|
Fisika
|
|
Aktivitas
|
Pengaruh
|
|
1.
|
Pembangunan Cotage
(homestay)
|
Mengubah tata guna
lahan
|
2.
|
Pembangunan
kantin/warung
|
Banyak sampah yang
berserakan
|
3.
|
Pembangunan MCK
|
Mencemari pencemaran
air
|
1) Pembangunan Homestay (cottage)
Pembangunan
homestay dapat merubah tata guna lahan yang ada disekitar pantai minanga.
Karena dengan adanya homestay ini akan menebang sebagian pohon-pohon dan secara
tidak langsung juga mempengaruhi organisme yang hidup didalamnya. Homestay ini
digunakan untuk tempat nginap sementara bagi wisatawan yang dating dari luar
daerah. Homestay adalah sistem akomodasi
yang sering dipakai dalam ekowisata. Homestay bisa mencakup berbagai
jenis akomodasi dari penginapan sederhana yang dikelola secara langsung oleh
keluarga sampai dengan menginap di rumah keluarga setempat. Homestay bukan
hanya sebuah pilihan akomodasi yang tidak memerlukan modal yang tinggi, dengan
sistem homestay pemilik rumah dapat merasakan secara langsung manfaat
ekonomi dari kunjungan wisatawan tersebut.
2)
Pembangunan Kantin/warung
Pembangunan kantin ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bagi
pengunjung yang datang. Kantin ini dikelola oleh masyarakat setempat yang
menjual berbagai makan (snack, air mineral, dll), dan ini menyebabkan banyaknya
sampah yang berserakan dimana-mana. Kantin ini juga merupakan lapangan kerja
bagi masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan (pengangguran) atau sebagai
profesi sampingan sebagai nelayan dan petani.
3)
Pembangunan MCK
Untuk melengkapi ekowisata di pantai minanga ini salah satunya
yaitu dengan membangun MCK. Pembangunan MCK ini bisa saja dapat mencemari air
karena pembuangannya tidak jauh dari perairan, dan juga banyak sampah yang
berserakan bahkan dibuang ke daerah perairan (muara sungai).
4.1.2 Parameter Kimia
Parameter kimia dari pembangunan ekowisata di pantai minanga yaitu
faktor yang berhubungan dengan bahan kimia yang bisa saja mengganggu lingkungan
ekowisata di pantai minanga terutama lingkungan perairan (sumber ; Data primer).
Tabel 3. Parameter Kimia
No
|
Kimia
|
|
Aktivitas
|
Pengaruh
|
|
1.
|
Penebangan pohon
|
Berkurangnya jumlah
oksigen
|
Suhu akan lebih panas
|
||
2.
|
Pembuangan sampah/limbah
ke perairan
|
Mencemari air.
|
1)
Penebangan pohon
Tumbuhan
yang ada disekitar pantai minanga sebagian besar adalah pepohonan yang
berfungsi untuk menahan air agar tidak terjadi erosi dan juga sebagai penghasil
oksigen (O2). Jika sebagian pohon ini ditebang untuk pembangunan
infrastruktur wisata maka fungsi dari pohon atau tumbuhan ini akan berkurang
bahkan bisa saja berkurang. Berkurangnya O2 juga dapat merubah suhu
lingkungan menjadi lebih panas.
2) Pembuangan
sampah/ limbah ke perairan
Perairan
mempunyai fungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan, jika masyarakat maupun
pengunjung tidak sadar akan itu maka mereka akan sembarangan membuang sampah di
perairan baik itu sampah kering ataupun cair. Sampah atau limbah cair misalnya
yang berasal dari air sabun yang mengandung bahan kimia yang bisa saja
mencemari air, dan sampah kering seperti kantong plastik dan dedaunan dapat
menyebabkan air sulit untuk mengalir, selain itu pembuangan sampah/limbah cair
juga mempengaruhi kehidupan biota air.
4.1.3 Parameter Biologi
Parameter
biologi yaitu semua yang berhubungan dengan aktivitas manusia yang berpengaruh
terhadap kehidupan biota atau organisme yang hidup dalam sebuah ekosistem,
misalnya ekosistem mangrove (sumber ;
Data primer).
Tabel
4. Parameter Biologi
No
|
Biologi
|
|
Aktivitas
|
Pengaruh
|
|
1.
|
Penebangan pohon
|
Berkurangnya jumlah
biota atau organisme yang hidup di ekosistem misalnya ekosistem mangrove.
|
1)
Penebangan pohon
Penebangan
pohon selain berpengaruh terhadap jumlah oksigen, juga berpengaruh terhadap
jumlah biota yang hidup di ekosistem tersebut. Misalnya ekosistem mangrove.
Mangrove berfungsi sebagai tempat mecari makan biota laut bahkan ada juga biota
atau organisme yang hidup dan menetap disitu. Maka jika pohon mangrove ini
ditebang maka organisme didalamnya juga bisa mati bahkan punah.
Kesimpulan
Dari
hasil dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengaruh sosial ekonomi,
dan budaya oleh pembangunan ekowisata di pantai minanga ini yaitu :
1) Dengan
adanya pembangunan cotage dan kantin dapat membuka lapangan pekerjaan bagi
masyarakat setempat atau sebagai profesi sampingan bagi nelayan dan petani.
2) Pembangunan
ekowisata di pantai minaganjuga berpengaruh terhadap parameter fisika, kimia
dan biologi. Parameter fisika meliputi pembangunan cottage, kantin, dan MCK
dengan adanya bangunan ini tentunya berpengaruh terhadap lingkungan misalnya
banyak sampah yang berserakan, merubah tata guna lahan, dan bisa saja mencemari
perairan sekitar. Penebangan pohon dapat menyebabkan berkurangnya jumlah
oksigen (O2), suhu lingkungan menjadi lebih panans, pembuangan
limbah cair ke perairan (muara sungai)
ini merupakan contoh dari parameter kimia.
Parameter
biologi yaitu segala aktivitas manusia yang mempengaruhi kehidupan biota atau
organisme dalam suatu ekosistem.
DAFTAR PUSTAKA
Armos
N.H, 2013. Studi Kesesuaian Laahan Pantai. Jurusan Ilmu Kelautan. FPIK.
UNHAS, Makasar.
Brown,
1996 dalam Prahartami, 2010. Pengembangan Wilayah Pesisir dan Lautan.
FPIK. Malang
Dahuri
et
al., 1996
dalam Prahartami, 2010. Pengembangan Wilayah Pesisir dan
Lautan. FPIK. Malang
Fennell, D.A. 2008 dalam Fahriansyah
Pembangunan Ekowisata. Faculty of
Fisheries and Marine Sciences.
UNRI, Pekanbaru.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan ekowisata pesisir dan laut: pendekatan
ekologi,
social ekonomi dan sarana
wilayah. Surabaya.
Tarmid M, 2011.
(http://muhammadtarmid.blogspot.com/2011/04/makalah-
ekowisata.html)
Sudiarta.
(2011). Dampak Fisik dan Dampak Ekonomi terhadap Pengembangan
Pariwisata. Studi S2 Kajian
Pariwisata, Universitas Udayana.
Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan
sumberdaya
pesisir berbasis konservasi.
IPB, Bogor
WTO, 2002 dalam
Fahriansyah, 2012. Pembangunan Ekowisata. Faculty of
Fisheries and Marine Sciences.
UNRI, Pekanbaru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar